Sejarah Muslimat NU

0
7333

SEJARAH pergerakan wanita NU memiliki akar kesejarahan panjang dengan pergumulan yang amat sengit yang akhirnya memunculkan berbagai gerakan wanita baik Muslimat, Fatayat hingga Ikatan Pelajar Putri NU (IPPNU).

Sejarah mencatat bahwa Kongres NU di Menes tahun 1938 merupakan forum yang memiliki arti tersendiri bagi proses katalisis terbentuknya organisasi Muslimat NU. Sejak kelahirannya di 1926, NU adalah organisasi yang anggotanya hanyalah kaum laki-laki.

Para ulama  NU saat itu masih berpendapat bahwa wanita belum masanya aktif di organisasi. Anggapan bahwa ruang gerak wanita cukuplah di rumah saja masih  kuat melekat pada umumnya warga NU saat itu. Hal itu terus berlangsung hingga terjadi polarisasi pendapat yang cukup hangat tentang perlu tidaknya wanita berkecimpung dalam organisasi.

Dalam kongres itu, untuk pertama kali tampil seorang Muslimat NU di atas podium, berbicara tentang perlunya wanita NU mendapatkan hak yang sama dengan kaum lelaki dalam menerima didikan agama melalui organisasi NU. Verslag Kongres NU XIII mencatat,  “Pada hari Rebo ddo : 15 Juni ’38 sekira poekoel 3 habis dhohor telah dilangsoengkan openbare vergadering (dari kongres) bagi kaoem iboe, …

Tentang tempat kaoem iboe dan kaoem bapak jang memegang pimpinan dan wakil-wakil pemerintah adalah terpisah satoe dengan lainnja dengan batas kain poetih.”

Sejak kongres NU di Menes, wanita telah secara resmi diterima menjadi anggota NU meskipun sifat keanggotannya hanya sebagai pendengar dan pengikut saja, tanpa diperbolehkan menduduki kursi kepengurusan. Hal seperti itu terus berlangsung hingga Kongres NU XV di Surabaya 1940.

Dalam kongres tersebut terjadi pembahasan yang cukup sengit tentang usulan Muslimat NU yang hendak menjadi bagian tersendiri, mempunyai kepengurusan tersendiri dalam tubuh NU. Dahlan termasuk pihak-pihak yang secara gigih memperjuangkan agar usulan tersebut bisa diterima peserta kongres. Begitu tajamnya pro-kontra menyangkut penerimaan usulan tersebut, sehingga kongres sepakat menyerahkan perkara itu kepada PB Syuriah untuk diputuskan.

Sehari sebelum kongres ditutup, kata sepakat menyangkut penerimaan Muslimat NU belum lagi didapat. Dahlan lah yang berupaya keras membuat semacam pernyataan penerimaan Muslimat NU untuk ditandatangani Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari dan KH A Wahab Chasbullah. Dengan adanya secarik kertas sebagai tanda persetujuan kedua tokoh besar NU itu, proses penerimaan dapat berjalan dengan lancar.

Bersama A Aziz Dijar, Dahlan pulalah yang terlibat secara penuh dalam penyusunan peraturan khusus  yang menjadi cikal bakal Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD  ART) Muslimat NU di kemudian hari.

Bersamaan dengan hari penutupan Kongres NU XVI, organisasi Muslimat NU secara resmi dibentuk, tepatnya tanggla 29 Maret 1946/26 Rabiul Akhir 1365. Tanggal tersebut kemudian ditetapkan sebagai hari lahir Muslimat NU sebagai wadah perjuangan wanita Islam Ahlussunnah wal Jamaah dalam mengabdi kepada agama, bangsa dan negara.

Sebagai ketuanya dipilih Chadidjah Dahlan asal Pasuruan, istri Dahlan. Dia merupakan salah seorang wanita di lingkungan NU selama dua tahun memimpin Muslimat NU sampai  Oktober 1948. Sebuah rintisan yang sangat berharga dalam  memperjuangkan harkat dan martabat kaumnya di lingkungan NU, sehingga keberadaannya diakui dunia internasional, terutama dalam kepeloporannya di bidang gerakan wanita.

Pada Muktamar NU XIX, 28 Mei 1952 di Palembang, NOM menjadi badan otonom dari NU dengan nama baru Muslimat NU.

Adapun alamat Pimpinan Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama

Sekretariat : Jl. Pengadegan Timur Raya No. 2 Pengadegan – Pancoran Jakarta Selatan Telepon : (021) 794 55 32 Fax : (021) 794 55 32

Sumber : website www.muslimat.nu-com