NU Lampung Tengah Butuh Ikon
Oleh :
Rahmat Basuki, M.Pd
Ketua PC IPNU Kabupaten Lampung Tengah, Masa Khidmah 2009-2011,
sekarang tinggal di Jakarta
Bulan depan, keluarga besar NU Kabupaten Lampung Tengah rencananya akan melaksanakan Konferensi Cabang (Konfercab) ke 13. Kegiatan 5 tahunan ini akan dilaksanakan di komplek Pondok Pesanten Ihya Kalirejo, Pondok Pesantren ini diasuh oleh KH. Lasno Hamid Al Asna, secara geografis pondok pesantren ini terletak di wilayah bagian barat Kabupaten Lampung Tengah.
5 tahun yang lalu, Konfercab NU Kabupaten Lampung Tengah diadakan di komplek Pondok Pesantren Baitul Mustaqiem Sidorahayu, Sidomulyo, Punggur. Pondok ini memiliki makna dalam dan sejarah panjang dalam perjalanan NU di Kabupaten Lampung Tengah, Khususnya bagi jamaah Thariqah Annaqsabandiyah Khalidiyah. Al Magfurrllah Syeh Ngali Hasyim adalah pendiri pondok tersebut sekaligus Mursyih Thoriqoh tersebut.
Saya punya kenangan indah tentang pondok ini, tentu bukan sebagai santri. Dulu, awal-awal kuliah di STAI Ma’arif Kota Metro, sekarang IAI Ma’arif NU, kenal dengan santri senior pondok tersebut. Namanya Alkaf Huda, sekretaris IPNU pada masa itu, beliau yang mengajari saya hidup berjuang di organisasi dan menjadi mahasiswa, sayang, beliau sudah wafat lebih awal.
Konfercab NU Kabupaten Lampung Tengah kali ini sangat istimewa dibandingkan Konfercab yang pernah diadakan. Perihalnya, NU Provinsi Lampung, termasuk NU Kabupaten Lampung Tengah didalamnya, baru saja menorehkan sejarah sebagai pelaksana tuan rumah pembukaan Muktamar ke-34 NU akhir tahun lalu.
Di tengah gelombang Covid 19 yang menghantui setiap saat, di tengah dinamika organisasi yang menghangat, dan perdebatan waktu pelaksanaan yang tak kunjung bulat, pelaksanaan muktamar itu berjalan sesuai rencana dan sukses bersama. Bahkan, sebagaimana di infokan seksi Kesehatan panitia pusat, sampai pasca Muktamar ke-34 NU, tak ada satupun peserta yang dinyatakan terjangkit Covid 19.
Dan, akan banyak orang yang menaruh harapan pada konferensi kali ini akan menghasilkan sesuatu yang monumental dan membawa NU Lampung Tengah lebih bergerak ke depan. termasuk saya secara pribadi.
Dalam sejarah pergerakan NU di Provinsi Lampung, NU Kabupaten Lampung Tengah relatif tidak pernah memiliki kisah yang runyam. Misalnya, dalam buku Sejarah dan Pertumbuhan NU di Lampung yang ditulis oleh Ila Fadilasari, bagaimana susahnya menyatukan NU Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 1990-an.
Di Kabupaten Lampung Tengah tidak terjadi yang demikian. Banyak kiai sepuh yang ditaati jamaahnya, banyak aktifis NU mudanya dan, hingga saat ini, pergerakan NU, Lembaga NU, dan Badan Otonom (Banom) nya adalah salah satu yang serius bergerak untuk organisasi, setidaknya itu yang saya lihat.
Terlepas soal calon pemimpin NU Kabupaten Lampung Tengah selanjutnya, saya merasa NU Kabupaten Lampung Tengah butuh ikon. Butuh karya monumental sebagai bukti eksistensi NU di Kabupaten Lampung Tengah, ini penting dan semakin ke depan, saya merasa ikon ini sangat mendesak dan diperlukan.
Sejauh yang pernah saya dengar, dan yang saya alami langsung, NU Kabupaten Lampung Tengah sudah besar sejak dulu. Meski tahun 1999 di pisah menjadi 3 cabang, PCNU Kabupaten Lampung Tengah, PCNU Kota Metro, dan PCNU Kabupaten Lampung Timur, ketiga-tiganya tetap berjalan dan kualitas tidak berkurang dibandingkan sebelum dimekarkan. Bahkan, semakin berkembang.
Tapi, sebagai Kabupaten induk, saya merasa NU Kabupaten Lampung Tengah butuh ikon NU sebagai kebanggaan anggotanya. Kota Metro sejak saya masih kuliah di IAIM, kampus ini adalah kebanggaan warga NU Kota Metro hingga saat ini, belum lagi BMT yang dikelola oleh PCNU juga.
Begitupun dengan PCNU Kabupaten Lampung Timur, ada Universitas Nahdlatul Ulama (UNU). Meski sesungguhnya kampus tersebut milik PBNU dan wewenangnya sepenuhnya ada di PBNU, tapi sebagai ikon, UNU adalah kebanggaan warga NU Lampung Timur.
Lalu, apa yang harus dilakukan NU Kabupaten Lampung Tengah?
Ini pertanyaan saya sejak lama. Sejak saya masih aktif di IPNU. Apa yang harus dilakukan NU Kabupaten Lampung Tengah agar memiliki ikon ke-NU-annya. Di Kabupaten Lampung Tengah memang ada perguruan tinggi, tapi faktanya itu adalah milik tokoh NU, bukan milik PCNU. Begitupun jika ada BMT atau badan pengelola keuangan yang berbasis syariah, juga milik tokoh NU, Bahasa saya dulu saat mahasiswa adalah milik “NU Kultural”.
Ikon sebagai kebanggan warga NU perlu menjadi tema dan diusulkan dalam Konfercab bulan depan, dirembug secara serius, dibahas secara detail dan dikerjakan bersama-sama.
Menurut saya, salah satu ikon yang layak menjadi kebanggan warga NU Kabupaten Lampung Tengah mendirikan rumah sakit NU. Apa mungkin? Mungkin saja. Di tengah alam bebas dan akses informasi yang tak terbatas ini, memiliki rumah sakit logis dan mungkin saja tercapai.
Apalagi, NU sebenarnya punya SDM itu. Misalnya, bagi warga NU Kabupaten Lampung Tengah bagian timur khususnya, pasti kenal dengan Pak dokter Fanani. Sejauh yang saya tahu, beliau adalah orang NU tulen. Aktif di MWC sejak saya masih ngaji di Pondok Pesantren Ashiddiqy, terus hingga saat ini juga aktif di PCNU. Belum lagi, pada saat saya ketua IPNU di Lampung Tengah bagian barat ada klinik yang dimiliki warga Muslimat NU. Aku lupa namanya dan bagaimana ceritanya saat ini. Dan jika pengurus NU serius, saya yakin banyak kader NU yang aktif di profesi Kesehatan yang siap bantu mewujudkan ikon itu.
Jangan salah faham, saya bicara tentang alasan bahwa NU Kabupaten Lampung Tengah bisa memiliki rumah sakit, bukan tentang calon Ketua PCNU Lampung Tengah selanjutnya, saya tidak sedang bicara soal itu. Saya berusaha menunjukkan alasan-alasan logis kemungkinan NU memiliki rumah sakit dan bisa diwujudkan. Saya bicara SDM penopang yang ada.
Dan saya yakin, Bupati Lampung Tengah akan mendukung rencana PCNU Lampung Tengah, pun demikian Wakil Bupatinya. Kader NU dan dokter pula. Jadi tak ada masalah secara birokrasi. Belum lagi, warga NU juga memiliki anggota DPD yang dokter juga. Neng Jihan Nurlela, setahuku, dulu, banyak sekali ibu-ibu Muslimat NU dan Banom-banomnya yang memilih beliau.
Sekian banyak alasan optimis tersebut, pasti tidak mudah mewujudkannya, tapi tak sesulit masa lalu untuk memulainya, tinggal bagaimana pemimpin NU Kabupaten Lampung Tengah selanjutnya mewujudkannya.
Apalagi, saat ini kondisinya berbeda dengan NU pada tahun 2000 an atau sebelumnya. sekarang latar belakang Pendidikan kader NU macam-macam. tidak hanya S.Pd.I. atau S.H.I. saya yakin banyak yang dokter, bidan, atau mungkin juga spesialis. Mereka butuh wadah. Butuh tempat. Tidak hanya untuk mengabdi, tapi juga bekerja mengamalkan ilmunya.
Tempo dulu. Kalau ada kader NU yang mengajar di sekolah di luar organisasi NU, apalagi yang aqidah bertentangan, pengurus NU layak marah dan memprotesnya. Karena NU memang mempunyai banyak sekolah. entah NU struktural maupun NU kultural. Punya madrasah yang sangat banyak. Jadi, kader NU tak punya alasan untuk menyebarang ke tempat yang berbeda.
Satu hal yang jelas. Jika kita tidak segera mewujudkan ikon kebanggaan warga NU Kabupaten Lampung Tengah, jangan salahkan kader NU yang kuliah dibidang Kesehatan setelah lulus kerja dan mengabdi di tempat seberang. karena kita, sebagai pengurus NU tidak menyediakan rumah untuk kader-kader NU yang mulai meragam latarbelakang pendidikannya.
Mereka tidak bisa mengajar, mereka bukan sarjana pendidikan. Mereka butuh rumah dan ilmu yang harus segera diamalkan agar tidak lupa. Karena pekerjaan Kesehatan itu tentang nyawa. Jika pengurus NU yang terpilih dalam Konfercab kali ini mengabaikan, saya yakin, NU Kabupaten Lampung Tengah akan lebih lama lagi memiliki ikon kebanggaan warga NU Lampung Tengah. Wallahu a’lam.