LAMPUNG TENGAH – Ngaji pada malam ini, kita menjelaskan tentang hukumnya khamr dan judi, karena dua perbuatan tersebut, disana ada potensi dosa besar, ada pula potensi mewujudkan ucapan yang jelek. Khamr dan judi menjadikan orang berani, mendapatkan harta atau kekayaan yang tidak sulit, ketika ayat ini tersebut diturunkan Qs Al Baqarah 219 mereka para sahabat sedang minum khamr.
Keterangan tersebut disampaikan oleh Pengasuh Pondok Pesantren Darusy Syafa’ah Dusun Kauman, Kampung Kotagajah, Kecamatan Kotagajah, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung, Dr. KH. Andi Ali Akbar, M.Ag, dalam Ngaji Rutinan Tafsir Jalalain, Jum’at (17/11/2023.) malam bakda Maghrib, di Masjid Agung Ash Sulaha, Kampung Kotagajah, Kecamatan Kotagajah, Kabupaten Lampung Tengah.
Wakil Katib Syuriah PWNU Lampung ini melanjutkan, munculnya ayat tentang khamr ini, ada beberapa tahap, munculnya khamar; ada keterangan ayat di dalam Al Quran ketika masih di Mekah waktu itu khamar masih di hukumi halal, khamar ketika itu ada, halal tapi juga manfaat, ada makanan yang buat haram, kemudian turun ayat yang menerangkan janganlah kamu shalat dalam keadaan mabuk, dan turunlah QS Al Madinah itu yang mengharamkan segala hal khamar, judi dan lain-lain.
“Jadi, setiap khamar itu memabukkan, dan yang memabukkan itu khamar. Namun diketerangan lain dijelaskan, syiddah mudhribah / segala sesuatu makanan atau minuman sampai membuat sempoyongan itu ada potensi memabukkan maka hurumnya haram. Setiap makanan yang memabukkan ada potensi haram. Setiap ada potensi yang keharaman / memabukkan maka harus di tutup,” imbuhnya.
Alumni Pondok Pesantren Blokagung, Banyuwangi, Jawa Timur ini menambahkan, selanjutnya tentang judi, judi itu mengandung makna permainan yang tidak ada unsur ketidakjelasan. Didalam Permainan haram, ada mengandung empat (4) jenis ; pertama, dharar ; permainan yang mengandung potensi bahaya. Kedua, Tahmin ; menebak-nebak/ prediksi, hanya nebak-nebak. Ketiga, keberhasilan tidak bertumpu dari berfikir, dan keempat, ada maysir yakni perjudian itu sendiri. Biasanya fenomena dimasyarakat adanya perjudian seperti diatas karena faktor sosial pengangguran, makanya di dalam Islam tidak boleh orang itu menganggur, akan muncul banyak keburukan.
Alumnus Doktoral UIN Sunan Ampel, Surabaya, Jawa Timur ini meneruskan, ayat selanjutnya, tentang infaq nafkah namun untuk ala kadarnya. Yang diinfakkan adalah sisa, dermawan itu mengukur diri, jika mau sedekah sisa dari kebutuhan pokok. Seperti dijelaskan ayat sebelumnya tentang sasaran nafkah dalam bentuk sedekah, yang di utamakan untuk; pertama, orang tua, kedua, kepada kerabat, keponakan, lain-lain, ketiga, anak yatim, dan keempat, beberapa orang miskin, Ibnu Sabil / musafir. Maka, dalam infaq nafkah itu ada kadar kemampuannya; bisa dharurot (segera), hajat (kesulitan), tahsin (kebaikan).
(REDAKSI)