LAMPUNG TENGAH – Ngaji malam ini membahas tentang pesan – pesan moral dalam QS Ali Imran ayat 128, ayat ini menjelaskan tentang peristiwa Kanjeng nabi Muhammad SAW ketika perang Uhud di pukuli orang kafir hingga berdarah, pemimpin pasukan orang kafir waktu itu Khalid bin Walid yang kemudian akhirnya masuk agama Islam.
Nabi Muhammad SAW dalam peristiwa perang Uhud berucap, kasihan mereka orang kafir bagaimana nasibnya di akhirat nanti? Lantas, Allah SWT menjawab dalam firman-nya itu bukan wewenangmu ya Muhammad, maka sabarlah, apakah orang kafir itu kelak akan di adzab atau di ampuni, dapat hidayah itu urusanku, bukan urusanmu.
Hal tersebut disampaikan oleh Pengasuh Pondok Pesantren Darusy Syafa’ah Dusun Kauman, Kampung Kotagajah, Kecamatan Kotagajah, Kabupaten Lampung Tengah, Dr. KH. Andi Ali Akbar, M. Ag, dalam Ngaji Rutinan Tafsir Jalalain, Jum’at, (22/8/2025) malam, di Masjid Agung Ash Sulaha, Kampung Kotagajah, Kecamatan Kotagajah, Kabupaten Lampung Tengah.
Gus Andi (sapaannya sehari – hari), ia melanjutkan, wewenang mewujudkan hidayah kepada manusia itu adalah urusan Allah SWT, hak prerogative Allah SWT.
“Barang siapa yang mengira nabi Muhammad Saw hanya orang biasa, berarti dia kafir.
Kanjeng nabi Muhammad Saw itu mempunyai sifat welas/kasih sayang kepada sesama manusia, nabi Muhammad Saw punya wewenang syafaat. Kanjeng nabi Muhammad Saw itu, biasa tapi bukan orang biasa, beliau adalah seorang yang spesial,” imbuhnya.
“Sebentar lagi momentum bulan Maulud atau Rabiul Awal, bulan lahirnya Kanjeng nabi Muhammad SAW, ketika kita merayakannya juga harus meresapi makna-maknanya,” ujarnya.

Alumnus Doktoral UIN Sunan Ampel Surabaya, Jawa Timur ini melanjutkan, semua yang ada di langit dan di bumi ini adalah milik Allah SWT, ia adalah maha pengampun, dan welas asih. Yang mengampuni adalah Allah SWT dan yang memberi siksa adalah Allah SWT. Dikisahkan dalam beberapa kitab masyhur cerita tentang Bal’am bin Baurok adalah orang yang pertama kali atheis, hidup di era nabi Musa AS, tapi dia penjilat jabatan, dia orang alim, tapi di suap oleh pejabat / Raja di era itu.
Alumnus Pondok Pesantren Blokagung Banyuwangi, Jawa Timur ini dalam ayat berikutnya melanjutkan, menjelaskan tentang konteks fiqih, yakni riba. Hai orang-orang yang beriman janganlah kalian makan riba yang berlipat – lipat.
“Asas kemanfaatan riba juga tidak diperbolehkan. Setiap hutang yang menerima manfaat keuntungan adalah riba,” imbuhnya.
Wakil Katib Syuriyah PWNU Lampung ini melanjutkan, dan taqwalah kalian kepada Allah SWT, jauhilah barang – barang riba, semoga kalian beruntung.
“Dan takutlah kalian kepada api neraka, yang disediakan untuk orang – orang kafir. Maka hati – hati dengan barang riba yang ada disekitar kita, kita harus jaga keluarga kita masing – masing dari proses perbuatan riba,” tutupnya.

(REDAKSI)


























